Desty Lilian’s story
1 May 2012 15.44 PM
Aku Desty Lilian Rosana Putri, lahir
15 tahun yang lalu tepatnya di Cianjur, 2 Juni 1997.
Malam ini hujan
turun dengan kadarnya yang sedikit, seperti gerimis namun lebih lama. Hujan
seperti biasa, mampu menyihir hatiku untuk terus memanjatkan doa. Di tengah
ketenangan hati dan kejernihan pikiran maka aku mencoba untuk menghilangkan
penatku dengan berkumpul bersama sahabat-sahabatku kebetulan aku sedang
menginap di rumahnya. Walaupun hanya dengan mendengarkan, namun rasanya sangat
menyenangkan dapat mengetahui cerita mereka lebih dalam ibarat menjelajah
kedalam setiap cerita kehidupan dan menemukan banyak sekali pengalaman disana.
Menimbulkan banyak inspirasi! Ya inspirasi dari cerita-cerita mereka.
Dimulai dari
obrolan sana-sini sampai kepada mengingat masa-masa awal mengenakan hijab,
sulitnya dan saat memperjuangkannya.
Pada awalnya, di kelas 1 SMA
semester 1 awal aku memang masih terpengaruh teman-temanku SMP ya bisa dibilang
berulah. Apalagi ketika itu, aku bertemu seorang teman yang pintar
tapi dia bermasalah. Sebut saja dia A. Dia lulusan SMP yang termasuk faforit di
kotaku. Dia sangat jago Bahasa Inggris. Sama denganku, yang suka menekuni
bidang Bahasa Inggris. Naah, dari sini aku mulai menemukan kecocokan dengan
dia. Dan, mulailah kita menjadi teman dekat dan duduk sebangku. Namun, ketika
berjalan 2 bulan di SMA dia menjadi tidak karuan, berulah! Dia suka bolos, Daaaan, aku adalah
anak yang sangat gampang terpengaruh.
Temanku itu terus
menerus saja membolos. Aku tidak tahu pasti penyebabnya, katanya perilaku
merupakan perilaku seorang anak broken home. Aaa, apasii anak broken home gak
harus jadi nothing kan! Aku sudah menasehatinya tapi tetap saja tidak
dihiraukan.
Mulai dari
situ, aku terus menjauhi.. Dan sampailah sekarang hampir akan kenaikan kelas 2
SMA ini aku tidak pernah berhubungan dan bertemu dengan dia. Terbesit rasa
sedikit malas dengan dia.
“waktu itu aku
kelas 1 SMA pertengahan semester 1. Ya, memang sekarang teman
sebangkuku ternyata seorang yang berjilbab lebar, ia sering menyebut dirinya
dan teman-temannya dengan sebutan akhwat, ya, tutur ia padaku kala itu. Aku
yang cenderung tertutup dan pendiam, diam-diam kagum dengan sikapnya yang sopan
dan berakhlak paripurna. Memang ia tetaplah temanku yang biasa, namun
pribadinya sungguh luar biasa. Ia pun sering mengajakku pada kegiatan rohis,
mengaji, dan kegiatan positif lainnya. Hingga kemudian pesonanya mampu
membuatku terbujuk untuk menyamakan styleku dengannya. Aku ingin berhijab lebih
tertutup, menjilbabi tubuhku dan diriku. Bukan karena dia, tapi karena Islam
dan Allah yang semakin ku kenal lewat perantara ia.”
“hmmmh...”
sahabatku yang pertama ini mencoba mengatur nafas untuk tetap melanjutkan
ceritanya yang terlihat begitu berkesan dihatinya.
Nah, pernah
juga waktu itu mamaku menemaniku ke toko mencari jilbab lebar. Ya, dulu kan
sulit sekali ya dan jarang ada yang jual, jadi sempat keliling-keliling dulu.
Saat lagi di
pertengahan jalan, kami bertemu dengan teman ibuku, beliau nanya gini, Wah ibu,
mau kemana bu, ada yang dicari ya?
Iya nih, anakku
mau cari jilbab lebar, haduh dimana juga ini..
Jawaban mamaku
waktu itu dengan nada yang tidak setuju dan agak ketus, tapi dijawab lagi sama
temen ibu gini,
Lho bagus kan
bu, dari pada dia kepengennya cari rok mini.
Ibuku langsung
terdiam. Yah, ada benarnya juga, mungkin dibenak beliau begitu kala itu.
Aku pun
langsung bersyukur dalam hati, dan saat mengenakan hijab baru pertamaku,
kalian tahu rasanya bagaimana? Aku merasa menjadi orang yang benar-benar
merdeka, justru disaat seperti inilah aku merasakan hawa kebebasanku. Ibarat
hati yang telah lama gersang baru disiram air segar dan menyegarkan.”
Antusias ia
melanjutkan ceritanya, aku pun ikut-ikutan melebarkan mataku dan
mengangguk-angguk setuju.
“yah, begitulah
cerita awal hijab baruku. hehehee” Ujarku
terkekeh.
Kemudian ada
lagi cerita sahabatku yang mengenakan hijab dengan alasan ia telah bernazar
karena mendapatkan juara umum olimpiade Mathematika tingkat Provinsi. Yang ini
lucu juga, orang tua temanku ini, mereka tak mengizinkan anaknya berjilbab
karena alasan nanggung. Nanti saja, kalau sudah lulus, atau bisa jadi jika
‘kalau’nya diteruskan akhirnya baru diizinkan saat sudah menikah dan punya anak.
Namun karena ia mengatakan bahwa itu adalah sebuah nazar dan menjadi kewajiban
yang harus segera ditunaikan, maka orang tuanya pun menyetujuinya, kami bertiga
pun tertawa pelan, nazar seolah menjadi hal yang paling urgent, tanpa mengingat bahwa berhijab juga merupakan hal yang
paling urgent, tentang ketaatan
kita terhadap Tuhan, Allah SWT.
Kalau
dibanding-bandingkan lagi dengan ceritaku, aku tak menemui banyak kesulitan
untuk mengenakan hijab. Niatku sudah sejak SMP, namun karena pergaulan, aku tak
memandang jilbab sebagai sebuah kewajiban, dan saat di SMA, niat itu pun
kembali subur saat aku diperkenalkan dengan Rohis atau yang di sekolahku
disebut SKI (Sie Kerohanian Islam). Ayahku adalah orang yang paham agama, namun
ia pun memberikan kebebasan bagi anak gadisnya untuk memilih jalan hidup meski
ia turut mengambil peran sebagai penasehat dan pemberi contoh terbaik. Di
antara ketiga anak gadisnya saat ini, memang hanya aku yang sudah mengenakan
hijab. Aku selalau berdoa untuk kebaikan bagi kedua adikku, yaa.. aku berfikir
mereka belum baligh. Yaa, okelah. Namun aku selalu mencoba memberikan pengertian tentang
kewajiban Allah yang satu ini.
Big Note
Banyak sekali
cerita-cerita diluar sana yang lebih dahsyat sulitnya saat ia mempertahankan
hijabnya. Cerita sahabatku ini hanyalah salah satu dari sekian banyak cerita.
Malam itu kudapatkan kembali cara untuk bersyukur lebih dalam kepada-Nya. Aku
pernah mendapatkan jatuh bangun saat sedang berproses mencari jati diriku
sebagai seorang Muslimah. *Muehehe kadang aku sering ketawa juga, anak
perempuan yang dulunya berulah kayak gini masak mau disebut seorang muslimah? :3
Tapi….inilah yang
justru sering kali menyisakan luka perih dan itu membutuhkan kekuatan luar
biasa untuk bangkit kembali. Namun sekarang aku sangat bersyukur pada apa yang
Allah kehendaki kepadaku, bahwa segalanya memang butuh proses, disanalah kita
belajar akan indahnya kesabaran, keteguhan iman, kekuatan jiwa, kecintaan luar
biasa kepada Rabb kita, Allah.
Banyak yang
mengira bahwa aku memang sudah dari ‘lahir’ menjadi seorang muslimah dengan
jilbab lebarnya. Namun layaknya frekuensi detak jantung yang fluktuatif, dulu
aku pun mempunyai masa-masa terendah dalam iman. Saat SMP aku mengikuti
kegiatan modern dance yang
mengharuskan mengenakan baju yang serba mini, karena alasan latihan, capek dan
sebagainya, shalat pun hanya maghrib yang paling rajin, atau disaat moodku
sedang sangat dan paling bagus-bagusnya, maka baru bisa full 5 waktu. Pernah di
salah satu semester, rankingku menurun drastis dari 1 ke 6. Nilaiku
memang tak menurun bahkan mengalami sedikit peningkatan, tetapi yang kemudian
kusadari adalah aku tak mampu mengejar ketertinggalanku dan bersaing dengan
teman-temanku yang lain. Memang orang tua tak pernah mempermasalahkan, yang
mereka harap hanyalah kebahagiaan jalan hidup yang dipilih anak-anaknya.
Namun disinilah
aku mengenal sahabat-sahabatku semasa SMP. Sahabat yang kuanggap saudara, namun
harus berjarak pada akhirnya karena salah orientasi dalam berkawan, dan dari
sinilah awalnya kami membentuk sebuah gank, kuakui memang gank kami termasuk
yang bersaing dengan ‘gank-gank’ lainnya untuk mereguk kepopuleran di sekolah,
walaupun memang aku yang paling pendiam dan ‘tak nampak’ di gank itu. Tapi
pengaruhnya dapat kurasakan dengan jelas. Aku bersyukur jika dulunya aku
merupakan anak yang pendiam, penurut, dan tak banyak tingkah, bahkan bisa
dibilang super lugu (menurut teman-temanku). Jika diibaratkan dalam sebuah
cerita sekelompok girl band, aku adalah tipe anak pendiam yang selalu berkuncir
dua dengan wajah lugunya, wkwk :D Jika saja dulu aku sedikit merubah gaya dan
penampilanku, berusaha tampak hebat dihadapan orang lain, maka mungkin tak ada
cerita aku yang sekarang. Mungkin saja not
only ada pacarnya but also
sering gonta-ganti atau sibuk pada fashion dan mode remaja masa kini.
Aku bersyukur
dengan diamnya aku, dengan lugunya aku (kata temen-temenku lho), Allah masih
mengizinkanku untuk terus berprestasi dan menyalurkan energiku kepada hal-hal
yang positif. Siapa bilang perjalanan dalam pertemananku berjalan mulus-mulus
saja? Aku pernah merasa dikhianati dan dicampakkan atau bahkan diacuhkan. Namun
itu tak menjadikanku pribadi yang minder dan rendah diri. Memang sulit pada
awalnya, berusaha untuk tetap tersenyum namun hati sangat sakit bagai teriris.
Selepas
kejadian itu aku justru belajar banyak hal, aku sama sekali tak membenci bahkan
semakin mencintai saudara-saudaraku dengan cara berbeda. Memang aku tak
mengambil banyak kembali tentang berkumpul dan banyak melakukan hal-hal bersama
dalam pergaulan masa kemarin, aku memutuskan untuk keluar dari gank itu secara
halus, awalnya memang sulit namun lama-lama saudaraku ini yang kemudian datang
kembali menemuiku meminta maaf dan mengajak bergabung kembali dalam kelompok
modern dance kami yang dulu. Awalnya aku ragu mengatakan hal ini dengan mereka,
namun aku yakin dibalik niat kebaikan yang tulus ada Allah yang akan menjadi
penolong utama. Sembari memberikan senyuman tulus persahabatanku pada mereka,
kukatakan bahwa aku akan selalu terbuka menerima mereka kapan saja bahkan
memang sudah dari dulu kuanggap sebagai saudara, tetapi aku tak dapat lagi
berada dalam lingkaran itu lagi, singkatku. Aku tak menduga
mereka hanya tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa. Keesokan harinya
teman-teman yang dulu juga sempat tak baik hubungannya denganku menjadi ramah
dan rajin bertegur sapa denganku walau kemudian kami tak lagi sama jalannya, ia
jalan menuju jalan popularitas dihadapan manusia, saya menuju jalan popularitas
dihadapan Allah. Hehe. Memang Ia-lah Maha Pembolak-balik hati manusia. Disini
kemudian aku temukan kembali hikmah, bahwa Allah-lah satu-satunya tempat
berharap dan meminta.
Aku tak
semerta-merta kehilangan teman semenjak saat itu, namun kutemukan lebih banyak
lagi teman-teman yang dapat menginspirasi. Kuakui kami memang terus bersaing,
namun bersaing dalam hal-hal yang positif, saling mendukung tetap sportif. Aku
kemudian terus mengembangkan hobiku dalam bidang tulis menulis dan speaking.
Sering kali aku harus jatuh bangun, dan beberapa kali mengikuti berbagai lomba
speech contest, English debate etc kemudian mendapat juara. Hingga akhirnya aku
sempat menjuarai lomba English Debate tingkat provinsi kala itu. Saat itu
menulis hanya kulakoni di tingkat sekolah menengat pertama saja, belum cetar membahana
hulala halilintar menggelegar jos gandos kotos kotos bangets seperti di SMA
nantinya. Hehe keterusan eh -_-
Next, di SMA.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin menikmati keindahan islam. Betapa aku
selalu merasakan kedamaian meski dalam keadaan terhimpit sekalipun, sebab aku
yakin segala hal yang Allah izinkan terjadi di muka bumi ini pasti memiliki
tujuan membaikkan, meskipun mungkin jalannya tidaklah mulus.
Sesuatu yang
kemudian aku pahami kembali, bersungguh-sungguhlah maka kau akan dapat
hasilnya. Kalo sekarang ada buku+filmnya tuh. Ikonnya, Man jadda wajadda, Man
jadda wajadda!! Ya, bukan yang tajam, tapi yang bersungguh-sungguh.
Udah 5 page aja
nih, hehe. Ya, begitulah kisah saya saat sedang berada di titik terendah dalam
iman. Namun apa yang kemudian membuat saya berubah? Saya pernah teringat
tentang kata-kata seseorang bijak.
“jika kau berada dalam titik terendahmu, tak ada jalan lain lagi selain
naik keatas.”
Berkali-kali aku bersyukur atas nikmat Allah yang luar
biasa hadir kepadaku, satu lagi yang kemudian saya pahami. Nikmat tak selalu
berupa kesenangan, namun tentang segala hal termasuk ujian yang dapat membuatmu
semakin mendekat kepada-Nya.
Saya sangat ingin menulis tentang kisah jatuh bangunnya saya saat
SMP dan SMA yang lebih kompleks lagi dalam artikel ini, namun saya tidak ingin
menjadi terlalu terburu-buru, biar to
be continued aja. Hehe.
Tentang kapan
saya mulai mengenakan hijab, dimulai sejak saya naik kelas 1 SMA ß Just clue.
“yaa muqollibal quluub, tsabit qolbi’aladdiinik”
“Wahai Yang Maha Membolak-balikan hati manusia, tetapkanlah kami pada
agama-Mu”
0 comments:
Posting Komentar