Rasanya baru
saja aku mengelus kening, eh tak sampai semenit, keringat muncul lagi. Matahari
dalam klimaksnya memancarkan panas ke bumi. Sel surya di atap rumah gedongan
itu tentu bahagia mendapatkan cahaya sepanas ini pikirku. Bandung sungguh panas
tengah hari ini.
“Wah supir
angkot udah pada kaya semua ya Bro?”
“Hahaha..yang
sabar atuh Mas. Sebentar lagi juga lewat kok.”
“Udah
setengah jam kita nunggu masa belum ada angkot lewat?”
“Nah itu
dia. Relatifitas Mas, nunggu angkot kalo panasnya segarang gini rasanya bakal
lama banget. Tapi kalo kondisinya disamping gadis cantik. Setengah jam ini
bakal terasa setengah detik.”
“Huh..Udara
panas disini kayaknya membuat naluri humorku menguap”
“Aku juga
gak sedang ngelucu”,Guntur terlihat kesal karena aku tidak memuji analoginya.
Mobil angkot
hijau kemudain melambat di depan kami.”Akhirnya” Pikirku dalam hati.Aku dan Gun
segera masuk ke angkot. Sudah tak sabar rasanya mencicipi makan siang yang
sudah terhidang di rumah. Enam jam belajar di kelas rasanya cukup menguras
energi.
“Assalamu’alaykum”
aku membuka pintu.
“Waalaykumsalam”
terdengar suara Fitri menyahut dari dalam. Fitri biasanya memang selalu pulang
lebih cepat dariku. Satu alasannya, Fitri kelas dua SMP, aku kelas dua SMA.
“Fit, ada
apa senyam-senyum begitu?”
“Mau sedekah
ama Kakak” Fitri terus senyum lagi dan beralih ke blackbery-nya.
Setelah
sedikit memperhatikan ekspresi Fitri dan buku ditangannya, aku sekarang paham
sekali. Untuk kedua kalinya adikku yang sangat penuh rasa ingin tahu ini mengupas
lagi ruang privasiku. Tidak tanggung-tanggung, kali ini diary-ku-lah
referensinya. Kemarin handphone sekarang diary. Darahku melaju cepat menuju
ubun-ubun. Tetapi hal lain terjadi di tengah perjalanan darahku menuju
ubun-ubun : Ibu yang tahu apa yang akan kulakukan menepuk pundakku dari
belakang, Ibu mengangguk dan senyum. Mengisayaratkan aku supaya segera ganti
baju dan makan siang.
ALAMAK.
Fitri. Fitri . Mengapa pula ia harus melakukan hal ini? Bukankah masih banyak
pekerjaan yang seharusnya ia lakukan? Membuat PR, Membantu ibu mencuci piring
atau menyiram bunga. Mengapa harus menceritakan kisah kasmaranku kepada Ibu?
Aku marah
betul pada Fitri. Pokoknya seminggu ini dia harus dihukum. Aku tak boleh
sedikitpun mengajaknya ngobrol. Jangankan mengajak bila diajak pun aku akan
diam saja seperti patung.
“Dan, ada
apa kamu dengan Fitri? Kata Fitri kamu marah dan ngambek. Benar begitu?”
“Gak ada
apa-apa kok Yah” aku terus pura-pura asyik membolak balik komik Naruto.
“Kamu
sebagai kakak harusnya pandai mengajari adikmu. Kalau dia salah, nasihati.
Jangan didiamkan apalagi dibiarkan” Ayah mengambil pelan komik karangan Masashi
Kisimoto itu dari tanganku.
“Iya yah”
anggukku takzim.
“Ayah, Bang
Anton itu sedang pacaran sama Teh Nisa kakaknya temenku. Gara-gara aku cerita
ke Ibu isi SMS dan diarynya, Bang Anton cuek ke Fitri” Fitri mengeluarkan suara
manjanya.
“Benar
begitu Ton?”. Aku terdiam. Bohong itu dosa.
“Begini
saja. Kalau Anton gak mau cerita. Ayah saja yang bercerita. Refleks aku dan
Fitri merapat. Kalau Ayah sudah bercerita, pasti banyak pelajaran dan nasihat
didalamnya.
“Dulu ayah
sangat tertarik kepada seorang gadis. Dia cantik seperti kamu Fit, matanya
bulat rambutnya hitam berkilau, kulitnya putih. Ayah sempat menyatakan perasaan
ayah kepada beliau. Gayung bersambut, cinta ayah tidak bertepuk sebelah tangan.
Tapi berterima dua tangan. Lama ayah menjalin hubungan dengannya sampai
akhirnya perasaan ayah kepada sang gadis itu memakan perasaan cinta ayah kepada
nenek kalian. Ayah pernah mencuri uang nenek kalian untuk sekadar mentraktir si
gadis yang ayah taksir tadi. Sekarang Ayah menyesal.” Tidak ada komentar dari
aku dan Fitri. Padahal biasanya Fitri itu selalu kritis.
“Yang paling
ayah ingat sekaligus yang paling ayah sesali adalah ketika ayah bertengkar
dengan gadis itu, ayah membentak nenek kalian. Waktu itu, ayah baru saja balik
dari pertemuan dengan si gadis. Nenek kalian sudah menunggu ayah dengan makan
malam yang sudah terhidang. Son, makan dulu Nak, mumpung gulenya masih anget.
Masih anget.
Ayah kesal
saat itu karena baru saja datang sudah disuruh makan. Ayah cuek dan langsung ke
kamar."
Tanpa
disadari air mata ayah meleleh. Ayah yang kami kenal selalu bijak dan tegas itu
ternyata punya sisi kelembutan. Ia menangis bercerita kepada kami.
"Begitulah ceritanya Ton,Fit" Ayah mengusap kedua kepala kami sambil
tersenyum dalam tangisnya. "Jadi jangan sampai kalian kehilangan cinta
kalian. Cintailah keluarga kita ini. Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa
neraka” Begitu kata Tuhan dalam Al-Qur’an. Cintailah sesuatu yang halal dengan
cara yang halal. Niscaya kemudian Allah akan membimbing kalian menemukan cinta
yang sesungguhnya.
0 comments:
Posting Komentar