Lumpy Space Princess - Adventure Time

Senin, 12 Agustus 2013

Cintaku Macet di Simpang Lima

Posted by Unknown at 23.54 0 comments


Aku meniti jalan ini lagi. Kali ketiga dalam satu hari ini. Aku tahu sebenarnya banyak jalan-jalan lain yang tidak pernah macet dan jelas akan sangat menghemat waktu perjalananku pulang dari kantor, tapi jalanan ini berbeda. Aku bahkan rela terkena macet 30 jam dalam sehari di jalan ini. Sangat, sangat rela. Malah aku sedang dengan sengaja terkena macet di jalan ini sekarang. Juga berputar-putar dengan sengaja. Unik sekali bukan?
Apa yang salah dengan jalan ini? Tidak ada yang salah. Hanya hatiku yang salah. Hatiku harusnya kusut pasai terkena macet panjang, dengan bis-bis pariwisata, bis dalam kota, angkutan-angkutan umum, taksi-taksi, mobil-mobil pribadi dan kendaraan bermotor yang harus berebut jalan. Merangkak perlahan-lahan. Harusnya hatiku kusut dan emosiku meluap karena ingin cepat sampai – seperti kemarin-kemarin. Tapi tidak dengan tiga hari terakhir ini. Malah aku dengan bahagia, bersiul-siul rendah sangat menikmati keadaan yang panas-pengap akibat berebut oksigen dan perjalanan yang tiga kali lipat lebih memakan waktu. Menikmati setiap detiknya.
Apa yang terjadi? Em… tidak ada. Kecuali hatiku yang macet berfungsi bersamaan dengan macetnya jalanan ini. Macet oleh perasaan aneh yang membuang semua kewajaran saat aku sedang terkena macet. Macet terhadap semua gundah, semua kesal, semua emosi. Macet karena bunga-bunga cinta dari seorang Polisi Lalu Lintas yang menanggulangi macet. Kukira jika aku tidak terkena macet, satu hari saja, bisa jadi jantungku yang macet berfungsi.
Aku tidak tahu namanya. Pokoknya polisi itu selalu berdiri di sana. Di ambang salah satu jalan Simpang Lima yang menuju Banyumanik – jalur yang paling banyak dituju untuk meninggalkan Semarang, dan mengintruksi kendaraan yang berlalu-lalang, kapan harus maju, kapan harus berhenti. Dia menggantikan fungsi lampu lalu lintas yang sementara ini sedang diperbaiki. Gadis muda sang Polantas itu tidak terlihat lelah sama sekali, senyumnya selalu merekah saat mempersilahkan pengendara maju, atau berhenti. Peluit selalu tersemat di pundaknya. Terlihat begitu anggun dan mempesona. Padahal langit sudah semakin gelap. Awan merah mulai berarak lembut di langit, disusul panggilan sholat yang bersahut-sahutan. Dalam hati aku berdo’a, terus berdo’a supaya Tuhan mengizinkan aku mengenalnya lebih dekat. Juga supaya Dia memberiku kesempatan bertatapan langsung dengannya dan menanyakan namanya. Juga mengizinkan aku menjadikannya pendamping hidupku. Memangnya aku bisa minta pada siapa lagi selain pada-Nya?
Sampai di jalur Banyumanik itu aku melirik sang Polwan, dia menghentikan laju mobilku dengan aba-aba, dan senyumannya nyaris menghentikan laju jantungku. Di dada kirinya tersemat papan nama kecil bertuliskan “Raya”. Ternyata itu namanya. Pantas saja semesta raya seolah tertawan olehnya. Ah, puitis sekali aku hari ini.
Sebenarnya aku punya beberapa kali kesempatan untuk menegur Raya. Bagaimana tidak? Aku sudah berputar tiga kali dalam sehari di Simpang Lima selama tiga hari berturut-turut. Bahkan terkadang lebih. Tapi entah kenapa, hanya melihat senyumnya saja kakiku langsung lemas, jantungku mendadak malas berdetak – hingga jadi sesak, lidahku kelu, otakku jadi lambat berfikir dan tidak mampu mengingatkan bahwa kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali. Aku sering khawatir Raya berhenti bertugas di situ, atau khawatir lampu lalu lintasnya selesai diperbaiki. Karena jika itu terjadi, aku tidak akan lagi punya kesempatan untuk melihat Polwan-ku. Agaknya aku adalah satu-satunya pengguna jalan yang berdo’a supaya jalanan ini tetap macet. Setidaknya sampai aku bisa mengenal Raya lebih dekat. Memang do’a yang egois dan menyusahkan pengemudi lain yang melintasi jalan ini, tapi sekarang aku memang sedang ingin egois. Aku butuh jadi egois saat ini.
Sekali lagi aku berputar di Simpang Lima, kemudian kubelokkan mobilku ke masjid Baiturrahman yang megah dengan arsitektur jawa joglonya menghiasi perkotaan yang mulai ditumbuhi gedung-gedung pencakar langit, Mesjid tersebut berada di sisi jalur bundaran Simpang Lima, aku memarkirkannya di dekat menara. Selepas sholat, aku terpekur cukup lama di hadapan Tuhan. Meminta banyak hal dan terutama meminta Raya. Tuhan, hanya Engkau-lah yang bisa mengabulkan permintaanku, tolong izinkan aku mengenal sosok Raya lebih dekat, mengetahui asal-usulnya. Tuhan, jadikan Raya adalah tulang rusukku yang hilang, lalu kembalikanlah padaku secepatnya.
~ Raya ~
Harusnya aku mengundurkan diri tiga hari yang lalu. Meninggalkan jalanan macet ini dan rutinitasku di tengah-tengahnya. Ibuku sudah meminta itu sejak satu tahun yang lalu, dan aku sendiri sudah membulatkan tekad untuk melengkapi keislamanku yang baru seumur jagung dengan jilbab secepatnya. Maka saat instansiku tidak mengizinkan niatku ini, aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Menurutku begitu lebih baik, toh aku tidak bisa terus berada di tengah jalanan seumur hidupku.
Sejatinya aku menikmati pekerjaanku. Setiap mobil yang melaju perlahan berdesakan, klakson-klakson yang beradu di langit jalanan, wajah-wajah emosi tidak sabaran, muka-muka ketus dan masam, dan kadang umpatan-umpatan sopir kendaraan. Seperti casting pertunjukan drama dimana semua orang diminta untuk memerankan tokoh antagonis. Kadang aku berfikir bahwa mereka seolah berebut menjadi yang terbaik dalam adegan klimaks sebuah sandiwara. Pasti sebelum terkena macet mereka tertawa, tersenyum, bahagia, dan sudah membayangkan wajah-wajah yang menanti mereka di tempat tujuan. Atau mungkin sudah mengilustrasi hidangan yang dipersiapkan seseorang di rumahnya sana. Maka aku berada di sini, di tengah jalanan ini, kadang tidak lagi karena tuntutan profesi, namun lebih karena panggilan hati untuk membantu orang-orang yang kesulitan melintas akibat macet itu agar segera sampai ke tempat yang menjadi tujuan mereka masing-masing.
Namun aku agak heran. Ada sesuatu yang menahan pengundur-dirianku, sesuatu itu agak berbeda. Dan membuat aku masih ingin bekerja di bawah terik matahari jalanan. Rasa penasaran pada satu sosok unik yang baru kali ini aku temui dari sekian banyak pengguna jalan yang selalu berganti-ganti sepanjang profesiku. Satu dari ribuan wajah-wajah yang masam, ketus, emosi, dan malah mengumpat, ada wajah yang tampak begitu tenang mengemudikan mobilnya, begitu santai dan menikmati kemacetan ini. Sejak tiga hari yang lalu aku merasa ada sepasang mata yang memperhatikan aku. Dan bukannya aku tidak tahu, sepasang mata milik pemuda tampan bermobil hitam dengan plat nomor H 679 AR itu terus melewati jalan ini tiga kali dalam sehari. Dengan wajah yang damai dan pandangan matanya yang tajam, seolah mengawasiku dengan lembut, hanya memandang saja dari jauh. Aku selalu berusaha mengacuhkan, tapi tatapan itu selalu terarah kemari. Kalau dipikir, gadis mana yang tidak tertawan oleh tatapan penuh makna seorang pemuda tampan seperti itu? Di antara puluhan pasang mata lain yang dalam sehari penuh menghujam, menyalahkan dan seakan meminta pertanggungjawaban atas jalanan yang selalu macet. Satu-satunya pengendara mobil yang tersenyum balik saat aku mengaba-abakan dia berhenti, atau maju.
“Raya, mau sholat dulu? Saya sudah. Saya bisa menggantikan kamu,” seorang rekanku menegur. Aku segera tersadar dari lamunan panjang. “Ah, iya. Terima kasih,” sahutku seraya tersenyum dan mempersilahkan rekanku itu menggantikan. Aku berjalan menuju masjid Baiturrahman yang letaknya paling dekat dengan posisiku saat ini.
Mobil hitam H 679 AR terparkir manis di samping menara masjid. Mungkin pemiliknya sedang menunaikan ibadah di tempat yang kutuju. Jika mengingat pemuda dengan sepasang mata teduh dan pandangan tajam itu, aku seperti menemukan sesuatu. Ada sesuatu dengan pemuda ini, yang tidak bisa aku definisikan apa, tidak mampu aku pahami kenapa. Namun setiap melihat wajahnya, aku merasa akan dekat dengannya, seperti sinyal yang mengidentifikasi bahwa akan ada ikatan dengannya. Hmf, aku tersenyum sendiri. Lucu dengan pikiran anehku. Kenal dengannya saja tidak, malah aku juga tidak tahu namanya. Tapi agaknya perasaan ini kuat sekali.
Selepas sholat, aku memohon ampun pada Tuhan, lalu meminta banyak hal dalam do’a panjangku pada-Nya. Dan hatiku tidak bisa kucegah, aku juga meminta pemuda itu pada-Nya, memangnya aku bisa minta pada siapa lagi jika bukan pada-Nya?. Ya Rabb.. Jika memang pemuda unik itu akan menjadi seseorang yang berarti di kehidupanku nantinya, maka mudahkanlah jalan kami, Ya Rabb.. perkenalkan aku padanya, dan dekatkanlah kami dengan cara-Mu.
Di depan masjid.
Tidak biasanya Adjie berlama-lama duduk di depan masjid. Meskipun dia memang sering berjama’ah maghrib di masjid Baiturrahman itu sejak terkena macet satu bulan yang lalu, dia biasanya langsung buru-buru pulang. Tidak terpikir sedikitpun untuk menyapa dan berbincang sebentar dengan sesama jama’ah. Tapi hari ini berbeda. Adjie bahkan sempat duduk lama dan mengobrol dengan seorang pemuda yang sepertinya seorang pegawai salah satu perusahaan sekitar Simpang Lima, terlihat jelas dari penampilannya.
Pemuda tersebut pamit, dan meninggalkan Adjie yang masih enggan beranjak dari tempat duduknya. Dan yang tidak pernah Adjie sangka, sang bidadari yang sudah tiga hari membuatnya rela berlama-lama dalam macet, dan menyengajakan diri terkena macet di jalur pantura itu duduk di sampingnya, tidak sampai satu meter, dan tanpa terhalang orang lain. Bidadarinya dengan wajah yang segar akibat air wudlu tampak semakin ayu terkena tampias sinar lampu. Dia sedang mengenakan sepatunya.
Adjie berhitung dengan waktu, satu, dua, tiga.. dia mulai gugup. Raya tampak tidak sadar ada seseorang yang kelimpungan di sampingnya, berdebar, senang, khawatir dan entah apalagi. Seseorang yang sedang ragu-ragu hendak menyapa. Tapi Adjie juga sadar, terlepas dari kesempatan ini, mungkin kesempatan lain tidak akan pernah datang lagi. Kapan lagi dia bisa duduk sedekat ini dengan sang pujaan hati? Kapan lagi dia bisa bertemu Raya? Siapa yang bisa menjamin kalau lampu lalu lintas akan tetap diperbaiki esok hari? Siapa yang bisa menjamin bahwa besok Raya masih bertugas di jalan yang sama? Di simpang Lima? Bagaimana jika tiba-tiba Raya pindah tugas ke kota lain? Dalam hati Adjie mulai panik. Lantas berkata pada dirinya sendiri, menyalahkan kesempatan yang datang tapi juga mensyukurinya bersamaan. “Kenapa harus secepat ini? Ini juga terlalu dekat, aku belum punya persiapan sekarang.. tapi jika tidak sekarang, kapan lagi?”
Raya mengenakan sebelah sepatunya yang lain. Sedang Adjie masih belum memiliki persiapan yang cukup. Dia masih menghitung waktu, masih mencoba mencari kata-kata yang cocok untuk digunakan sebagai sapaan. Sejujurnya dia tidak pernah segugup ini sebelumnya, padahal hanya untuk mengatakan ‘hai’ atau sapaan lain, padahal biasanya dia mampu bicara lugas dan tegas dengan lantang di hadapan umum. Mempresentasikan proyek yang dikerjakannya dengan sempurna. Tapi urusan cinta… ternyata lain ceritanya.
Raya hampir selesai mengenakan kedua sepatunya. Hanya tinggal beberapa menit kesempatan yang tersisa. Padahal lidah Adjie masih kelu. Tapi dia harus bertindak atau tidak ada kesempatan lain sama sekali.
“Assalamu ‘alaikum, Bu Polwan?” sapa Adjie. Akhirnya keberanian untuk menyapa dia dapatkan juga, mungkin karena biasanya dia tidak acuh dan tidak pernah peduli dan menyapa seorang gadis maka untuk memulai sebuah percakapan bahkan lebih sulit daripada mengerjakan rumus matematika manapun. Enggan dan memang tidak berani.
“Alaikumussalam..” jawab Raya. “Saya tidak asing dengan wajah anda, sepertinya anda langganan macet di daerah saya ya, Pak?” lanjut Raya membuka obrolan. Adjie tertawa malu saat tahu bahwa Raya ternyata menyadari tindakannya tiga hari terakhir ini. Di luar dugaan Raya, ternyata kesempatan itu datang. Kesempatan yang tidak disangka Raya akan bisa dia dapatkan begitu cepat, hanya berselang belasan menit yang lalu dia meminta pada-Nya. Benarkah sekarang sudah terkabul? Apa ini cara-Nya memperkenalkan mereka?
“Saya Adjie, Bu Raya,” kata Adjie memperkenalkan diri. Dia menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
“Wah.. kok anda sudah tahu nama saya?” Raya terkejut. Namun kemudian Adjie menunjuk papan nama yang tersemat di seragam gadis itu. Raya tertawa menyadarinya.
“Saya suka lupa saya sudah mempublikasikan nama di seragam saya.” Lanjut Raya. Masih diselingi tawa.
“Berapa lama tinggal di Semarang?”
Adjie mengerutkan kening. Seolah berfikir, “seingat saya sejak kecil, usia 10 tahun kayanya..” Raya manggut-manggut mengerti. “Sudah hafal Semarang dong ya..” gadis cantik itu berkomentar. Adjie mengangguk mantap mengiyakan. Dia memang orang Semarang asli, hanya saja ayahnya sempat dipindah tugaskan ke Blora dan dia baru kembali ke kota Atlas ini pada usia 10 tahun.
“Ngomong-ngomong, kenapa anda kayanya bolak-balik terus ya di Simpang Lima?” Raya tersenyum jail, sedangkan Adjie sudah tertawa malu dengan wajah yang mulai memerah. Tertangkap sudah.
“Saya suka lupa jalan,” jawab Adjie sekenanya.
“Ahahaha… bohong. Masa anda sudah jadi orang Semarang sejak usia 10 tahun tidak hafal jalan Simpang Lima?”
“Saya bukan tidak hafal, hanya suka lupa…” Adjie berkelit, beralasan.
Dan percakapan merekapun berlanjut dengan renyah, seolah kedua sahabat lama yang baru saja bertemu kembali setelah sekian tahun tak ada kabarnya. Percakapan itupun menjadi permulaan bagi kisah yang terukir hingga ujung usia mereka berdua.
Ada yang pernah mengatakan pada saya, bahwa do’a yang dipanjatkan untuk orang yang tidak tahu bahwa dia didoakan, akan terkabul. Saya pikir, mungkin karena do’a yang dipanjatkan keduanya adalah sama maka dua do’a itu saling tarik-menarik di langit dan kemudian terkabul dengan cepatnya. Soal bagaimana kelanjutan kisah mereka berdua, mari kita biarkan Tuhan yang menyelesaikan dengan cara-Nya.
SEKIAN

Dalam naungan Ukhuwah

Posted by Unknown at 23.48 0 comments


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah menyemaikan kasih kepadaku dan kepada dua warna spesial di cawan hatiku.
Sungguh tersemai kata sayang mengalir lewat jemari-jemariku. Biar kurangkai kata yang berkeliaran di cawan hatiku, sebelum ia pergi tanpa kata. Kata yang tulus tertuang dalam rasa. Seperti rasa yang masih membenkas dalam kebersamaan kita di hari jum’at yang penuh berkah kemarin. Sehingga saling menatap wajah-wajah teduh yang menentramkan jiwa. Jiwa yang merasakan manisnya anugerah yang telah di berikan oleh Allah kepada penghuni BumiNya. Teduhnya hari ini, ketika senyum manis tersemai penuh cinta dan belaian kasih sayang di bawah pelupuk mata. Malu mengerling dalam cawan hati. Terbersit lewat kata “Saudara.” Kata yang tak sekedar kata biasa namun bermakna dan berharga menghias kehidupan.
Allah.. Sertakan asma-Nya di hela nafas.
“Maka nikmat mana lagi yang harus kudustakan?”
Ketika Allah telah memberikan dua saudara yang kulalui hari demi hari lewat ukhwah bersama mereka. Bahagia dan bersyukurnya hariku ketika Allah telah menakdirkan episode disisa hidupku.
“Ukhuwah ini mengalahkan indahnya pelangi. Tidak hanya mengajarkan pada kita apa itu cinta. Bukan hanya memaksa kita untuk mengenal kata dewasa. Lebih dari itu semua, dan ukhuwah ini telah membawa kita pada tempat berpijak kita saat ini. Bukan tanpa alasan kita dipertemukan. Bukan tanpa maksud kita menangis bersama, tertawa bersama, saling merindu dalam suasana syahdu…”
Sejenak ku menatap langit malam mencoba menghadirkan wajah-wajah mereka di benakku. Wajah yang bak bintang-bintang berkerlap kerlip dilangit memperindah bumiNya. Seindah ukhwah kita bersama duhai saudara-saudaraku yang kutitipkan dan kukembalikan rasa sayangku kepadaNya. Kalian berkerlap kerlip mengerlingkan mata, menyinari dunia dalam hatiku, bahagia, tangis, sesak yang akhirnya berujung dalam dekapan kasih sayang. Meski ku tahu, memang mempertahankannya lebih sulit daripada merawat keindahan mawar tiga rupa.
Di bawah atap langit malam-Nya..
Ku tatap lukisan malam-Nya..
Ku berdiri di beranda hati..
Menatap mutiara di langit-Nya..
Berkelap-kelip..
Lalu..
Ku tatap mutiara yang satu ini..
Berpendar cinta..
Benakku pun berfikir brilian..
Menelisik dan lesat dalam lorong-lorong sayangku..
Menatap wajah sholehah saudaraku..
Duhai bidadari yang bersayapkan malaikat..
Allah.. Menghela nafas sambil kusertakan asma-Nya lewat skenario takdir dalam dekapan manisnya ukhuwwah, lebih dari kata saudara sesama muslim.
Tak terbayang dan tak kusadari kebersamaan kita sampai detik ini. Bila kuingat sejenak perjumpaan pertama kita. Awalnya biasa saja. Tak ada yang spesial, biasa, tanpa ada ikatan batin dari hati ke hati.
Allah.. Kusertakan asma akan nikmat dari-Nya.
Ketika tak ada perasaan khusus dariku untuk kalian meski satu atap Hamasah. Semuanya tampak biasa kecuali senyum tulus yang kalian sunggingkan kepadaku, jabatan erat tangan darimu, serta pelukan berkenalan sesama saudara sesama muslim yang kudapatkan untuk pertama kalinya ketika ku melangkahkan kaki di tempat yang berbeda di kala itu. Sehingga kalian ditakdirkan sebagai bagian dari episode sisa hidupku.
Sejenak mari kita dengarkan nasyid Senandung Ukhwah lewat hati dan pemaknaan dalam setiap kata. Allah.. Indahnya.. Ketika Senandung Ukhwah gambarkan sebagian isi cawan hati.
Senandung Ukhuwwah
Diawal kita bersua
Mencoba untuk saling memahami
Keping-keping dihati
terajut dengan indah
Rasakan persaudaraan kita
Dan masa pun silih berganti
Ukhuwah dan amanah tertunaikan
Berpeluh suka dan duka
kita jalani semua
semata mata harapkan ridho-Nya
Sahabat tibalah masanya
Bersua pasti ada berpisah
Bila nanti kita jauh berpisah
Jadikan rhobitoh pengikatnya
jadikan doa ekspresi rindu
Semoga kita bersua disyurga
Lamat-lamat tapak sore itu ( 5 November 2011), ku langkahkan kaki menuju Rabbku. Rabb yang mengirimkan bidadari bersayap dalm hidupku. Sayap yang selalu mengepakkan kebaikan bagi sekitar penghuni bumi-Nya. Awalnya semua terasa biasa, tiada ada makna yang mengisi rasa di cawan hati. Cawan yang bergantungan dalam ikatan Doa-doa Robitho. Takdirlah yang menjawab semua episode-episode lembaran hidupku. Kau bagai bidadari Surga yang menghias di pelupuk mataku.
Dalam masa, ku mulai mengenal kalian. Satu persatu, Kuning dan Biru. Kuning, wajahmu tampakkan ketewadhuan keimanan. Lewat diam kau simpan mutiara-mutiara ibadahmu. Namun semua tersingkap tanpa jeda di kala ku melihat sendiri dengan mata semangat dakwahmu. Semangat yang mengiringi panjang jilbabmu yang tergerai indah, tunjukkan Syariat-Nya.
Lewat lantunan ayat-ayat-Nya, Kau senandungkan kalam-Nya dengan merdu. Semerdu kicauan burung di waktu dhuha bertasbih kepada-Nya. Lewat cawan hati, kucoba goreskan tulisan spesial tentangmu.
“Surat yang spesial dari warna yang spesial ..”
Lamat-lamat sore itu
Kulangkahkan kaki
Dibawah atap langit Jumat penuh berkah
Diiringi langit biru yang bersaudara
Dihempasan hembusan angin sore ba’da ashar-Nya…
Kulangkahkan kaki dengan basmalah…
Menyusuri jalanan tarbiyah yang tak berujung
Hingga ke syurga-Nya…
Lamat-lamat perjalanan
Kutemui pertemuan disudut ukhwah itu
Ada senyum.. salam.. jabat tangan
Dan peluk mesra…
Menyatu dalam dekapan cinta kasih sayang-Nya…
Duhai saudariku..
Senyummu mengawali lembaran cerita..
Cerita dalam ridho-Nya..
Petuah demi petuah selama ini..
Coba sejenak…
Mengingat kembali pertemuan pertama
Sore itu…
Ta’aruf (5 Oktober 2011)
Biasa…
Dan “Subhanallah”
Kebersamaan demi kebersamaan..
Perlahan-lahan menjadi “Luar biasa karena atas izin-Nya..”
Ukhuwwah Islamiyah
Yang berawal dari…
Ta’aruf
Tafahum
Ta’awun
Dan berujung pada tingkatan
Takaful
“Saudara…” (5 Juni 2012)
Saudariku…
Senyummu simpulkan kasih sayang karena-Nya
Jilbabmu yang tergerai indah
Tunjukkan indahnya syari’at-Nya
Tutur bicaramu goretkan berkas di sanubari jiwa
Tawamu tunjukkan nikmat kebersamaan
“Subhanallah…”
Catatan penamu mengajarkan
Untuk mengabarkan ilmu-Nya..
Perhatianmu mengajarkan ikatan persaudaraan
Kelembutanmu mengajarkan ketulusan
Senandung suara tilawahmu
Memercikkan aroma ketenangan didalam jiwa
Ajakan dan ajakanmu mengajak
Untuk membangun menara surga bersama
Dalam mahabbah ukhwah kita karena-Nya…
Salam sayang dan cintaku…
Teruntuk saudariku…hmm…
Semoga Allah memberkahi dan mengekalkan selalu
Kasih sayang tulus ini dari “hati..”
“Aamiiin…”
“Ana uhibbuki fillah
Semoga kita dipertemukan kembali
Dalam dekapan ukhuwwah yang lebih manis lagi…”
–Aamiiin–
Allah.. betapa manisnya ukhuwah yang telah tersemai sampai detik ini. Ketika senyum bersimpul padu dalam kasih sayang tulus. Sejenak, ku kumpulkan episode-episode manis dan pahitnya ukhwah. Tak terbilang kata dan cerita. Ketika setiap episode “Lebih.” Terasa bahagia-Nya. Sungguh aku menyukai suasana hati lewat ukhwah yang di awal terasa biasa. Sehingga perlahan mulai bercahaya, berwarna memenuhi ruang hati, dan cerita indahnya ukhuwwah karena-Nya.
Salam Pertemuan
Salam ku hulurkan
Menghiasi pertemuan
Indah persahabatan
Moga terus berkekalan
Setulus keikhlasan ku mohon kemaafan
Keterlanjuran lalu usah lagi dikenang
Syuku syawal ini masih lagi kita ditemukan
Setahun yang berlalu
Tak ku dengar perkhabaran
Ku bimbangi diriku
Tidak dalam ingatan
Betapa ku rindukan saat persahabatan
Dan ku menghargai talian persaudaraan
Syukur atas nikmat pemberianmu tuhan
Kan ku kenang masa yang berlalu
Kan tetap bersemadi di hati
Terima kasih untuk semuanya
Tiap kesempatan yang kita lalui
Bersama…
Kawan yang ku kasih
Teman yang ku sayangi
Bahagia kini ku rasai
Ku damba kepadanya
Ku mohon restunya
Moga ukhuwah di rahmati
Dalam perjalanan meniti hidup
Adakala tersalah tersilap bahasa
Itu lumrah manusia
Aku hanya insan yang lemah
Tak mungkin telah berseri dosa
Peliharalah ikatan ini
Sebaiknya…
Agar ukhwah ini kehujungnya…
Mungkin ini tentang hati? Hati yang terikat dalam bait-bait doa untuk saudari yang spesial di cawan hati. Terangkai nama dan bait-bait doa kebaikan untuk saudari-saudariku. Sehingga para Malaikat dan penghuni langit mengaminkan dan bahagia menyaksikan tiga warna yang saling menyayangi dalam hati. Hati yang mungkin terikat lewat Doa Robitho? Mungkin dan mungkin lagi. Tapi yang jelas itu semua adalah takdir dan rahmat dari-Nya. Yang hanya di berikan kepada orang-orang tertentu, yang dapat merasakan makna apa itu ukhuwwah. Makna lewat hati. Hati yang hanya di berikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Allah.. sertakan rasa syukur tak terhingga akan tautan hati dari-Nya.
Atas nama cinta karena-Nya. Kau takdirkan episode manis ukhuwwah di Ramadhan tahun lalu bersama saudari-saudariku. SubhanAllah.. manisnya. Walau jarak dan waktu memisahkan antara sumatera dan jawa tak menghijabi kebersamaan kita. Banyak nikmat manisnya iman lewat ukhuwwah yang menginggapi cawan hati. Sehingga keluh untuk mengungkapkannya kembali lewat kata. Allah.. Betapa manisnya ukhuwwah tersemai dibumi surga-Nya. Ramadhan yang penuh berkah, menabur kebaikan, saling mengingatkan, berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah.. Nikmatnya. Meski jarak memisahkan untuk sementara antara sumatera dan jawa namun auranya menggelegarkan bumi dan langit-Nya. Ukhuwwah yang memecah hening dan membelah langit malam-Nya. Meski lewat SMS atau telp tak mengurangi ingatan saudarinya terhadap saudaranya. Meski wajahpun tak nampak di depan pelupuk mata.
Ramadhan yang saling membangunkan sahur setiap malam lewat SMS atau sekedar miscall tak mengurangi manisnya ukhuwwah. Berbagi cerita hari demi hari akan aktivitas apa saja yang telah dilakukan hari ini. Ingat sekali ketika kita saling bertanya.
“Sudah juz berapa hari ini tilawahnya?”
“Masak apa hari ini? Buka puasa apa hari ini?”
“Sudah hafal surat apa hari ini?”
“Ayo berangkat tarawih dan berbagi cerita akan suasana tarawih di tempat masing-masing?”
“Menelpon berjam-jam, berbagi cerita.”
“Menyetor hafalan di telp?”
Allah..
“Target hafalan bareng surat apa?”
Allah..terasa kali nikmat ukhuwwah-Nya.
Dan yang paling berkesan pada Ramadhan tahun kemarin adalah ketika target khatamku adalah dua kali selama Ramadhan yang tertunai dipenghujung doa khatam. Dahsyat-Nya. Ingat sekali, seminggu sebelum berakhir Ramadhan saudariku mengajak mengkhatamkan kembali untuk ketiga kalinya.
“Ha.., emang bisa?” Sentak hatiku bertanya-tanya. Bukankah seminggu lagi mau lebaran, otomatis euforia menyambut hari kemenangan akan di iringi dengan riuhnya kesibukan.
“Allah, emang bisa apa..?” Tanyaku kembali dengan rasa tak percaya.
“Bisa! InsyaAllah.. Ayo, SemangKA, Bisa!!” Jawab saudariku dengan membayangkan senyum ta’dzimnya dari kejauhan jarak Sumatera dan Jawa.
“Baiklah, Bismillaah..” Jawabku dengan setengah percaya, akan tetapi terselubung rasa yakin. InsyaAllah, tanamkan azzam yang kuat. Tidak ada kata tidak mungkin, selama kita mau berusaha.
Target pun di kejar, bagai kendaraan buroq Rasulullaah yang melaju secepat kilat. Mulai kuisi waktu ku dengan berduaan bersama Al-Qur’an. Bersegera mendekati Al-Qur’an dengan tanggap, berjam-jam duduk, menggengam, dan menikmati melantukkan kalam-Nya. Sampai suara pun perlahan hilang. SubhanAllaah.. di tambah dengan saling memotivasi antar saudara.
“Tilawah yuk, hari ini mau berapa juz, kejar target, fokus.”
Semua atas izin-Nya. Ketika niat, usaha, ikhtiar, dan doa terhujam menghunus bumi dengan sujud syukur karena-Nya.
Sayup Rindu
Menyelimuti kabut langit hatiku..
Rindu..
Merengkuh dalam lamunanku..
Tentangmu..
Rindu yang kian membuncah..
Lesat..
Berkeliaran di lorong-lorong pikiranku..
Rindu yang mungkin tak sebesar rindu para penghuni Syurga pada Rabb-Nya..
Tapi kini, biarkan.. kutitipkan rinduku pada angin siang yang berhembus syahdu..
Berpayungkan ukhuwwah nan rindang..
Berharap berlabuh disandaran ukhuwwah yang di tanamkan oleh Rabbku di hati para hamba-Nya yang saling menyayangi dalam dua ruh..
Menyatu dalam satu jasad..
Hingga berpendar dalam cahaya diatas cahaya-Nya..
#Tentangmu..
Catatan cawan hatiku di Lahat, Sumatera Selatan
03 Februari 2013 Description: :)
“Surat yang spesial dari warna yang spesial..”
Lukisan Taman Hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Oase tempat berteduhnya hati
Ketika kepingan hati berserakan dalam ukhuwwah yang gersang..
Sebagai pengobat ruhani yang ringkih..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat pagar ukhuwwahku..
Melingkar menghias hatiku dan hatimu..
Tempat oase berteduh cawan hatiku..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat ribuan cahaya kunang-kunang menari-nari dihadapan mataku..
Dan matamu..
Berterbangan menerangi..
Hatiku..
Hatimu..
Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Merengkuh Dua Ruh dalam alunan belaian kasih sayang angin syahdu malam Nya..

Taman hatiku..
Taman ukhwwahku..
Tempat mutiara-mutiara langit berterbaran, menyedapkan mata beningku dan dirimu..
Hingga mutiara-mutiara berkelap-kelip..
Mengerlingkan mata menyinari dunia dalam hatiku dan hatimu..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat lampu lampion membentuk cahaya di hatiku dan hatimu..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat pohon ukhuwwah nan rindang
Memayungi tempat dipan-dipan kita bercengkrama melukis cerita ukhuwwah karena-Nya..
Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat kita duduk bersenandung melantunkan ayat-ayat-Nya..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat Para Malaikat menyeru kepada penghuni langit..
Lihatlah..
Penduduk bumi yang bisa saling menyayangi karena-Nya..
Indahnya..
Itulah sebagian manisnya Iman karena-Nya..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat berpendarnya cahaya manisnya hatiku dan hatimu..

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat euforia
(Suka duka, sesak, tangis… dan berujung peluk sayang..)

Taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Tempat rasa persaudaraan mengalir dalam darah kita berdua..
Jelas tanpa kata
Tesingkap lewat dua jiwa..
Jiwa yang menyatu
Ibarat satu jiwa dan saling bercengkrama..

Begitulah sebagian taman hatiku..
Taman ukhuwwahku..
Bagaimana dengan mu saudariku..?
“Aku adalah kau dan kau adalah aku kau..
kita adalah dua ruh yang menyatu dalam satu jasad..”
Catatan cawan hati
Untukmu SDH
1 April 2013
Allah.. Sejenak mengingat kebersamaan kita. biasa.. ya.. kok bisa?
“Ketika takdir Allah menjawabNya, maka tak ada hal yang harus dipertanyakan lagi bukan??”
Allah..
Lewat hati kugoreskan cawan hatiku yang bersemaikan Kasih Sayang-Nya. Kutarik nafasku lalu ku hembuskan dengan syahdu asma-Nya melalui pori-pori tubuhku. Allah.. SubhanAllah betapa nikmatnya. Mengalir bagai air telaga kautsar. Sungguh hatiku menyayangimu dalam hatiku. Rasa sayang dan kasih penuhi relung hatiku. Ketika kata tertulis, gerak tubuh dan lisan gambarkan rasa sayangku da mengaliri dengan aroma kesturi membelah hatiku ketika kusebut asma-Nya. Allah. Betapa bersyukurnya diriku ketika limpahan kenikmatan lewat Arti Ukhuwah. Kau tautkan hatiku dengan dua hati calon Bidadari yang mengisi cawan hati karenaMu.
Allah.. sejenak ku ingat awal pertemuan perdana sore itu. Pertemuan yang tak terbayangkan sedekat dan saling mengasihi dengan tulus hati. Hadir lewat alunan batin akan kasih sayangmu. Meski kita terlihat acuh dan sungkan namun terbersit rasa dalam “Hati.” Bahwa kita harus mengakui dari satu hati ke hati untuk mengatakan curahan hati..
“Ku menyayangimu karena Allah..”
Rasa sayangku tak bisa ku ungkap lebih seperti dalam langit-langit hatiku. Sungguh, tak tau kenapa hatiku sayang padamu. Mungkin Allah yang telah mempersatukan hatiku dan hatimu? Dan akupun tau, bahwa Kau menyayangiku lewat perhatian, tulisan, lisan, dan rangkaian gerak tubuhmu.
Niat dan ketulusanmu menjadikanku saudarimu. Buatku berat untuk melepasmu begitu saja, Ketika perhatianmu buatku tak tega mengacuhkanmu, Ketika caramu menyayangiku kau tunjukkan lewat kesungguhanmu buatku ingin menjadi sandaranmu di kala suka dan duka, ketika kesendirianmu buatku menjaga bahwa aku mempunyai saudari sepertimu. Ketika kau kenalkan ku dengan keluarga kecilmu buat cawan hatiku tergugah dengan penghargaanmu. Bahwa betapa bersyukur aku mengenalmu.
Tak perlu kau tanya, rasa sayangku sedalam rasa sayang yang ada dalam hatimu. Bila kau tahu, akupun ingin selalu bersamamu di atap manisnya ukhwah karena-Nya.
Catatan cawan hati ketika nama tempat di sebut, akan kah kita bersama atau berpisah dalam kebersamaan merajut ukhwah? Wallahu a’lam.
“Senyuman yang tersirat di bibirmu
Menjadi ingatan setiap waktu
Tanda kemesraan bersimpul padu
Kenangku di dalam doamu
Semoga… Tuhan berkatimu..”
Allah.. banyak episode-episode ukhwah yang telah kulalui bersamamu. Sungguh penuh warna-warni. Adakalanya kita bahagia sekali, tertawa, tersenyum, bersama. Namun adakalanya pula kita menangis, sesak, menjauh, berdebah kata dan berujung damai kembali.
Hmm.. tak terhitung nikmat bahagia dan pertengkaran demi pertengkaran yang membikin soyak dalam hati. Allah.. hingga sesak menghantui dalam kenyenyakan tidur, hingga akhirnya tumpah dalam linang air mata tanpa jeda. Tak pernah berfikir bahwa setiap pertengkaran itu akan datang dengan cara menyesakkan hati. Iya, pertengkaran yang tak hanya sekedar menguras dan memeras otak, tapi juga memaksa untuk mencurahkan sederas-derasnya air dari bola mata yang selalu berakhir dengan sembab yang mengembang. Lingkar mata menjadi sayu, cahaya mata sirna, dan kelopak mengalami pembengkakan. Bisa dibayangkan bagaimana selanjutnya tangisan dalam hati yang sudah lebih dahulu menjerit-jerit tanda akan dahsyatnya tekanan.
“Karena saat ikatan melemah saat keakraban kita merapuh, saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan, saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai. Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita. Hanya Iman-iman ku yang sedang sakit, atau mengerdil, mungkin dua-duanya, mungkin aku saja. Tentu terlebih sering imankulah yang compang-camping” Salim Fillah dalam dekapan ukhwah
Ketika hati kita sedang rombeng, coba sejenak kita bermuhasabah dan bertanya pada hati kita, sedang dimana hati kita sekarang berada? Sejenak mendengarkan dan merasakan euforia hati bersama dendangan lagu nasyid :
Petuah Hati
Sandarkan lelah hari
Hilangkan duka kala
Kau terluka
Pedih hati
Tak selamanya indah
Kini mungkin akhirnya
Saat duka
Saat lara
Yang sudah berlalu biarkanlah sudah
Tak perlu sesali jangan kau tangisi
Jika asa dan bahagia tak kau rasa
Dengarkanlah dan rasakanlah
Kicau burung berdendang
Nyanyian alam
Riuh bersahutan
Betapa merdunya
Coba lihat dan renungkan
Langit garis tangannya
Hamparan samudra
Betapa indahnya
Percayalah
Kau dalam lindungan cinta
Maha segala Maha
Sayang Dalam Hati (SDH) ups… Yang senantiasa dilindungi Allah. Haruskah kuberitahukan pada kalian betapa rasa cinta ini sudah sebegitu luar biasanya menyelimuti. Nama-nama kalian sudah memiliki tempat khusus di bagian hati paling dalam doaku, doamu, ya doa kita. Doa yang tersemai dan dapat dirasakan oleh saudarinya lewat Hati. Hati yang dapat merasakan kehadiran dan kasih saudaranya karenaNya. Ya, sering sekali, di antara kita terjadi kebersamaan meski di tempat berbeda. Ketika baru saja mau SMS, eh udah keduluan SMSnya. Ketika hati menangis, kaupun begitu. Ketika hati sesak, kaupun begitu. Ketika bait-bait doa ukhwah tersemai dalam permintaan masing-masing untuk saudari yang spesial di hati dengan menyebut namanya. Allah.. Sungguh betapa nikmatnya ukhwah, ketika Ruh telah menyatu dalam satu raga. Semua terasa bersama meski jarak tak bersama. Ini tentang ikatan batin dari-Nya. Allah.
Saudariku.. Teriring kata “Maaf Selalu..” Ketika kata berdebah menusuk jiwa melumuri relung hatimu. Ketika sesak dalam hati menghujam merelungi seluruh raga. Sakit, pelan menggerogoti pikiran serta tangis yang tak terbendung membasahi pipih dengan lesatnya. “Maaf..” Bukan tanpa maksud kita menangis bersama, tertawa bersama, saling merindu dalam suasana syahdu dan mengecap manisnya kembali dalam dekapan kasih dariNya. Ketika hati mengalir sejuk, sesejuk air telaga kautsar. Dan ketika harumnya, seharum kesturi mengharumi hati-hati kita dalam cinta dan kasih ditaman hati. Taman ukhuwwah.
Petengkaran Kecil
Sobat rangkaian masa yang telah terlewat
Buat batinku menangis
Mungkin karena egoku mungkin karena egomu
Maaf aku buat begini maaf aku begini
Kasih dan perhatianmu dengan saudaranya, sungguh menggugah hatiku. Ketika kebersamaan beratapkan langit ukhuwwah yang memayungi ukhuwwah kita dalam genggaman kalam-Nya. Bersama, berdua, belajar mencintai kalam-Nya. Mengingatkan dan berlomba-lomba dalam kebaikan, saling membangunkan di sepertiga malam kala itu. Indahnya masa itu. Ketika kuingat episode-episode ukhuwwah kita di bulan Ramadhan, disini, dan sekarang. Entah.. biarkan masa membawa masa ukhuwwah kita. Sampai kapan akan berlabuh.
Jazakillaah saudariku.. SDH
Untuk sepotong ukhuwwah yang telah kau semai di episode hidupku.
Sungguh nikmat syukur yang tak terhingga kulantunkan ketika nikmatnya pernah menghias dan menghampiri di sudut cawan hatiku. Ketika kuingat awalnya bermula biasa hingga luar biasa. Semua skenario-Nya kita bersama dan terpisah.
Sejenak kubuka kembali memori dan lembaran-lembaran surat dan tulisan darimu. Yang sesekali aku buka dan baca kembali. Ada tawa, senyum, dan mungkin juga haru. Ketika mengenang masa itu.
Lewat ukhuwwah kita belajar berbagi dan saling mengasihi saudari kita. Saling memberikan surprise kado tiba-tiba meski tak mesti di hari kelahiran. Memberi coklat kepada saudarinya meski kecil atau satu namun maknanya sangat dalam. Ketika kita dapat melihat betapa besar makna dari pemberian tersebut. Lewat pertengkaran dalam ukhuwwah mengajari untuk ikhlas dan mencari cara membahagiakannya kembali dengan memberikan buku dan bulpen.
Hmm.. “Teriknya jago juga ya?” Tanyaku dengan menyunggingkan senyum canda.
Kejutan demi kejutan dalam ukhuwwah tersemai lewat kasih dalam hati. Ketika membuka kamar ada kado tanpa nama. Allah.. menghela nafas. Ketika pulang kuliah melihat ada kresek makanan tergantung di depan pintu. Allah.. menghela nafas. Semua tergerak atas takdir-Nya.
Sepotong demi sepotong tulisanmu yang masih kusimpan sekarang dan untuk masa kedepan. Biaran itu menjadi nostalgia dikala kita bersama maupun terpisah. Semoga kebaikan yang akan dikenang dan diceritakan suatu saat nanti.
“Untuk saudariku yang kusayangi, kalau anti ngambek, mungkin itu jalan Allah yang berikan untuk menambah kekuatan dan rasa sayang pun arti sebuah persahabatan persaudaraan.. Untuk saudariku.. saaaayang…”
Sepotong tulisan dari saudariku.. Hmm.. masih ingat gak ya? Tepat masa renggangnya ukhuwwah kita. Hingga cara “Menulis..” itu dapat tertuang lewat cawan hati. Episode ukhwah bersamamu 2011-2012-sekarang, ku kembalikan kepada-Nya.
Saudariku.. Ingin rasanya mengulang kembali masa-masa manisnya ukhuwwah kita bersama. Ingatkah waktu itu?
Ketika pertengkaran kecil menyelimuti dalam hening datar kebersamaan kita bertiga. Ketika pergi meninggalkan kita berdua di tempat suci itu, terlihat air mata mengalir. Allah.. diam tak berkutik dan berkata melihatnya. Berlari mengejar hingga berada di depan Post Satpam tepatnya di pinggir jalan sore hari yang sebentar lagi memecah hadirnya malam lewat adzan magrib. Allah.. “Maaf…”
Siang itu, 5 Juli 2012 Cerita jalan kita bertiga di Bonbin.. Hm.. tempat dimana satwa bercengkrama dengan sesama saudara-saudaranya seperti kita yang di saksikannya dalam rajutan menggapai manisnya ukhwah. Gorilaz.. ya.. Hm.. tempat dimana kita berdua merasakan manisnya Es di teriknya matahari yang berfijar di bawah petala Yogyakarta-Nya. Duduk bertiga sambil sesekali menatap wajah-wajah teduh kalian dihatiku. Lepas penuh kenangan manis ketika kata terucap. Ingat sekali.. Hi..
“Kok Esnya gak manis ya..?” tanyaku sambi menatap wajah yang tak enggan berlari melepasnya.
“Iya apa.. (Senyum) Perasaan sudah manis kok.. (bertanya dalam hati).”
“Oh iya ya.. sekarang sudah manis kok Esnya ..” Sambil tersenyum..
“Karena sudah menatap senyum manis..” Hm…:P
He.. Indahnya masa kebersamaan itu, ketika Hp pun dibawa kabur tanpa izin hingga menginap di kamar tecinta. He.. “Afwan…” he..
Siang itu, 11 Juli 2012, ba’da Dzuhur. Pergi kita berdua dengan mengendarai motor. Hm… ingat gak ya? Tuing-tuing.. Description: :PPertemuan dan kebersamaan yang perlahan luruh di tempat itu lewat cerita Hati kita masing-masing. Allah.. Kusertakan asma-Nya. Ini termasuk takdir-Nya kita bersama dalam cerita yang sama. Cukup Allah Penggenggam episode cerita kehidupan kita di dunia yang fatmorgana ini. Dunia yang banyak mengajariku, apa itu arti kekuatan dan kesyukuran. Syukur akan semua takdir-Nya yang telah tertulis. Ketika tinta titah telah mengering di Lauh Mahfudz. Syukuri.. Sungguh Aku bersyukur terlahir didunia-Nya yang penuh pemaknaan.
Allah.. perhatian dan kasihmu hangat terasa di relung jiwaku setelah kusertakan asmaNya memenuhi relung jiwaku. Banyak episode indah memenuhi catatan yang tergantung di dinding hatiku. Apa saja ya? Terlalu banyak kisah ukhuwwah yang indah. Mulai kucoba mengingat dan menghadirkannya kembali di pikirku di pagi hari ini. Bismillah.. Description: :)
16 Mei 2012 Hmm. Dahsyat.. full dalam cawa tanda di hari kejutanmu. Mencoba melihat kembali foto-foto saat itu. Allah..ketawa, senyum, ruah melimpah penuhi hari di sore itu. Wajah yang penuh polesan kue.. aduh.
Lari, kabur.. masih aja kena. Hmm.. (Puas ya..) hehe tapi gak papa ikhlas kok. Ketika semua lunas terbalas lewat canda tawa kalian. Bahagia sekali ku melihat kebersamaan itu. Awal Indahnya. Awal yan mulai menemukan ikatan hati ke hati untuk saudaranya. Awal yang mengajarkan betapa manisnya ukhuwwah lewat kasih sayang yang tulus dari-Nya. Ini tentang hati. Hati yang di takdir dan diturunkannya dihati para penghuni bumi, yang saling menyayangi karena-Nya. Hadir tanpa skenario manusia melainkan murni karenaNya.
16 Februari 2013, Allah.. Spechlees, sebelum Dzuhur. Tiba-tiba tanpa sepengetahuan dan tanpa suara kau hadir di tengah akan sholat. Diam. Kaget. Hmmm… menghela nafas. ’afwan.. Akhirnya tak berkutik, mencoba menyungingkan senyum keikhlasan.. Description: :)
Jazakillaah untuk kado spesial dari yang spesial di hatiku.. Hmm.. Banyak kali bungkus kado ungunya yang terpisah satu-satu. Allah.. Jazakillah.. telah ingat dan hadir di hari kelahiranku, meski ragaku tak ada saat itu.
Jazakillaah untuk Buku “Syarah Doa Rabithah, Saudaraku, kuhadirkan wajhmu dalam Doaku..”
Bros “U”, bros ungu ditambah dengan jilbab ungu yang cantik menambah keserasian gamisku. Berharap seserasi ukhuwwah yang kita semai dari hati ke hati lewat doa Robitho seperti di buku itu.
Dua lembar surat, Hm.. Tulisan. Tulisan yang ternyata dipersiapkan dengan indah.. -13 Feb 13- Allah.. Jazakillah telah meluangkan waktu lewat tulisan untukku. Ini yang kusuka. Iya.. tulisan. karena lewat tulisan aku dapat membacanya kembali dan kusimpan. Ingat kata “Ikatlah ilmu dengan tulisan..” Tulisan yang terangkai tanpa jeda lewat cawan hati. Bukan kata buatan atau rekaan. Namun tulisan yang mengalir tulus di cawan hati seseorang. Perlahan kucoba kubuka dan kubaca.. sepotong suratnya :
“Bismillah..
Sejenak menghela nafas panjang.. sertakan asma-Nya bisa kian menjelajahi relung hatiku dan hatimu..
Hm..
Indahnya tanggal 13 feb 13..
Indah sususnan angkanya..
Indah oula karena ku menantu putaran jarum jam yang akan berganti menuju tanggal 14 feb..
Bukan menanti valentine day..
Tapi menunggu hari spesialmu yang bersamaan denagan hari gerakan menutup aurat..( 14 feb memang sangat spesiaaal ni).”
“Barakallah fi ‘umrik ya…”
Allah.. Inilah nikmat sebagian Iman. Nikmat yang melalui wasilah ukhuwwah. Dibalik nikmat bahagia, adakalanya air mata dalam ukhwah terurai dalam sesaknya hati. Ketika hubungan dan kebersamaan sedikit tak manis. Mungkin tentang hatiku yang rombeng. Ingat sekali, siang itu sebelum adzan ashar memecah keheningan bumi-Nya. Ketika sesak dan air mata tumpah dalam untaian kata tanpa jeda. Ketika hati tak lagi mersakan manisnya ukhwah. Ketika pikiran tak lagi berada disana meski raga berada di situ. Akhirnya dua hati pun berbicara dari hati ke hati. Ada apa ini? Sesak, sakit rasanya kala kebersamaan berubah drastis menjadi onak dalam hati. Maaf… Hingga dua pipi basah dengan air mata. Luruh dalam bicara dari hati ke hati. Bercerita, berbagi, untuk menemukan titik cahaya. Iya..cahaya ketenangan hati dalam ukhuwwah karena-Nya. Belajar, memperbaiki, menghadirkan, merajut kembali ukhuwwah yang sempat gersang dan mengering di tanah lapangan yang kering kerontang. Allah.. Allahpun mengairinya lewat air mata kasih yang masih terselip di ruang hati dengan kata “Sayang.” Kata yang jujur masih menghujam tersembunyi dalam pelukan hangat kasih sayang kita yang beratapkan cahaya kasihnya di kepala kita berdua.
Lukisan ukhwah kita penuh warna dan cerita. Spechlees.. Sore itu, ketika mengeluarkan sesuatu yang berbungkus Ungu penuh dengan gambar Love. Gambarkan cintamu padaku.. begitupun aku.. Description: :)Allah..
“Apa ini?” Bertanya dengan nada berpikir.
Allah.. Kau ajarkan banyak sekali lewat saudari-saudariku. Apa itu ukhuwwah itu.
Jazakillaah saudariku.. Untuk hari dan kisah di hari itu, Ketika dua hati terpaut dalam desah nafasNya. Terima kasih untuk Buku Pedoman Dauroh Al-Qur’annya. Yaa Rabb.. jadi teringat akan kebaikan dan ketulusanmu mengajariku Tahsin tiap hari Rabu di waktu itu. Bertiga. Allah.. Kapan aku bisa? Pintar banyak Al-Qur’an dengan tahsin yang benar. Hmm menghela nafas.. he.. MasyaAllah.. “Afwan.. terlalu banyak alasan, elakan, keluhan, dan rentetan lainnya..” Hingga terkadang pertengkaran kecil membumbui pertemuan itu. “Maaf..”
Nikmatnya ukhwah tersemai juga lewat heningnya malam kita berdua. Mencoba menghidupkan malam dengan shalat dilantai tiga, beratapkan langit malam, berlampukan kerlap-kerlip bintang, dan sentuhan halus semilir angin serta lembut dimihrabNya. Memadukan hati kita di bumiNya. Berdua, bersujud, bersimpuh dengan wajah hina. Mendengarkan lantunan penggugah dan penggetar hati. Allah..Duduk mendengarkan bacaan dan hafalanku. Indahny.. hingga tak sadar adzan shubuh hadir memecah kebersamaan kita dalam sambutan fajar-Nya.
Malam berlalu..
Tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung Rindu kepada mereka yang wajahnya mengingatkanku akan SurgaMu..
Wahai Fajar..
Terbitlah segera..
Agar sampai ku katakan padamereka..
“Aku mencintai kalian karena Allah..” Umar bin khattab.. Description: :)
Ini tentangmu.. yang banyak goreskan kisah dicawan hatiku. Ingat sekali, waktu sore itu pertengkaran kecil kita yang akhirnya melibatkan.. Allah.. Hingga air matapun jatuh melihat kita bertengkar. Ba’da Isya, Aku ingat sekali setelah itu. Masuk kamar dan meninggalkan jejak tanpa kata. Apa itu? “Coklat..” Hmmm… Senyum, spechlees.. Allah yang Maha Tahu Isi Hatiku.
Yogya, 10 Juni 2012. Kotak kecil yang bergambar dua angsa. Allah.. Ku coba mengartikannya dengan Dua manusia yang bersama dalam rajutan ukhwah karenaNya. Hmm.. seperti ukhwah kita. Kotak berbungkus kasih itu, biar kupajang di atas rak buku kamarku. Utuh dengan selembar Surat cawan hatimu.. Allah.. sesekali terkadang kubuka dan kubaca kembali. Dan sejenak hanyut dalam kenangan ddemi kenangan ukhwah senang dan tangis. Jam Ungunya jazakillaah.. Suka.. Description: :)
Sepotong Isi suratmu.. yang mengutip dari Sayyidina Quthb :
“Bila hidup hanya untuk diri sendiri, maka ia akan terasa sangat singkat dan tanpa makna.
Akan tetapi, Bila hidup kita persembahkan untuk orang lain. Maka ia akan terasa, panjang, dalam, dan penuh makna.”
Tukar kado. Pulang kuliah sebelum magrib, lelah rasanya aktivitas seharian. Mencoba membuka pintu kamar dengan rasa lelah yang memenuhi raut muka. Spechless.. Ada kresek putih. Rasanya ini bukan benda milikku. Diam, menerka, punya siapa ya? Pikirku berkeliaran mencari dari siapa ini. Hmm.. sepertinya.. Kresek yang berisikan bantal boneka yang menemani tidurku. “Allah.. apa lagi ini?” garuk-garuk kepala.
Silaturahmi kerumahmu. Ajakan yang menghampiri di telingaku. Allah..betapa baik niatmu menjadikan ku bagian dari saudaramu. Meski aku tahu, aku bukan malaikat yang bersayap di bumiNya. Banyak luka yang telah kugores di cawan hatimu. Aku bukanlah saudari yang baik, yang bisa benar-benar menyemai ukhwah karena-Nya. Namun aku bersyukur, lewat itu semua aku dapat belajar, berfikir, diam, dan mengambil pelajaran akan apa yang aku lakukan. Kau perkenalkan aku dengan Ibu mu dan keluargamu. Pertemuan yang masih membias di hati Ibumu lewat sapa di SMS. Allah.. Terkadang aku bertanya dalam hati.. “Mana mungkin kau melepaskan saudara yang sudah menyemai kebaikan dan ketulusan di hatimu?”
27 Oktober 2012. Sejenak aku teringat tempat itu. Pantai.. Iya pantai.. Tempat dimana kau membawaku kesana tanpa memberi tahu mau kemana.. Hmm.. Bertanya mau kemana? Tanpa jawaban. Baiklah, mengikuti tanpa jawaban mau kemana kita pergi. Jazakillah ya.. biarkan tempat itu, menjadi saksi bisu ukwah kita di masa lalu.Serta sawah itu, tempat dimana sore itu kita duduk berdua di pingir jalan sawah yang kecil. Berceita sambil menatap siluet senja di sore itu. Allah.. ada sensasi beda.. Description: :)
Oya… jazakillaah video tentang wabiru kemarin.. Syukur, senyum, dan haru ketika ku ingat masa itu. Kan kusimpan video itu, sekarang, esok untuk dikenang dikala.. Description: :)
Allah.. kok bisa sampai begini? Allahlah yang menakdirkan-Nya.
Saudariku.. Syukur dan bahagiaku ketika aku bisa menjadi bagian saudari perempuan. Semoga aku bisa menghias jejak manis di hatimu, meski kusadari banyak sekali pertengkaran kecil selama ini mengaliri ukhuwwah kita. Entah.. samapi kapan rasa manisnya, kebersamaan ini memenuhi ruang hati? Jalani.Biar Allah yang menjadi produser dari semua peran kita masing-masing.
Saudari spesial di hari spesialku. Hari ingatan saudara akan ma’rifah terhadap saudarinya. Meski tak ada perayaan di dalam Islam. Namun digantikan dengan niat karenaNya untuk membahagiakan saudari kita. Apa salahnya..
Mungkin dengan saling berbagi kado, tanda kasih dan pemanis ingatan ukhwah yang berati dalam episode kehidupannya. Bukankah Allah mengatakan saling berbagilah kalian, niscaya kalian akan saling mengasihi. Pemberian dan perhatian sekecil apapun akan terasa Dahsyat manakala itu berlandaskan ikhlas karena-Nya. Jazakillaah.. pemberian kasihnya buku dan dua bulpen berwarna kuning dan biru. Semua itu kugunakan untuk menggoreskan cawan hatiku. Ada tentangku, tentangmu, tentang kita dalam rangkaian kata yang tersusun rapi lembar demi lembar. Biar kutulis dan kuniatkan karenaNya. Biar nanti setiap tulisan itu menjadi kenangan ketika jasad tak ada di bumiNya lagi. Ketika cawan hati tak dapat tersemai lewat jemari-jemari dan ingatan saudari kepada saudaranya. Semoga menjadi cerita kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.
Saudariku.. Biarkan tempat-tempat yang pernah menjadi manis dan pahitnya ukhuwwah kita, menjadi saksi dan kenangan di memori kita kala duka atau berpisah kelak menyatu dalam bait-bait doa. Jazakillah teruntuk dua warna spesial di hatiku..Sebelum ku akhiri goresan cawan hatiku. Ku ambil Sepotong suratmu :
“Semoga dalam do’aku ada namamu selalu…
Dan dalam do’amu ada namaku selalu…
Tapi yakinlah… jalinan tali ukhuwah sudah terlanjur ada..
Hawa tanggal (5 Oktober 2011) adalah saksinya,
Tanggal (5 Juni 2012) sebagai penguatnya…
Kita siram kembali… jika pohon ukhuwah tampak kering…
Kita semaikan lagi…
Semoga karena ukhuwah Allah izinkan kita dalam syurga yang sama…”
Aamiin
Kusertakan syukur akan goresan cawan hati di sore, semalam dan pagi yang penuh memori tentang kita dengan senandung nasyid Doa Robitho. Sejenak dengarkan dan rasakan senandungnya lewat hati dan kuhadirkan wajah-wajah saudariku..
Doa Robitho
Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan
Kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahayamu
yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami
Lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakal padaMu
hidupkan dengan ma’rifatMu
matikan dalam syahid di jalan Mu
Engkaulah pelindung dan pembela
Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakatan fih. Kuakhiri cawan hati di pagi hari ini dengan senyum dan helaan nafas panjang. Menjelajahi cawan hati kita bertiga di atas cahaya-Nya.
“Aku tidak dapat di rangkul oleh langit dan bumi, tetapi dapat dirangkul oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman.”
“Ya Allah, Engkau lebih tahu daripada aku tentang diriku dan saya lebih tahu tentang diriku daripada mereka. Ya Allah jadikanlah aku lebih baik daripada apa yang mereka sangka dan ampunilah (dosa-dosa) ku yang mereka yang tidak tahu dan janganlah Engkau menghukumku karena perkataan mereka.”
(Doa Abubakar as-Shiddiq apabila mendengar pujian orang terhadapnya)
Salam Cawan Hati

 

Desty Lilian Rosana Putri Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea