RENUNGAN MALAM: PAHITNYA KEHIDUPAN (SEGENGGAM GARAM :)
Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu
pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai.
Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu,
dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan
hidupnya tak pernah berakhir bahagia.
Sang Guru mendeng arkannya
dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan
meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke
dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.
” Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?” pinta SangGuru.
“Asin dan pahit, pahit sekali,” jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.
Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalanke tepi
telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan
dalam kediaman. Sampailah mereka ketepi telaga yang tenang itu. Sang
Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan
sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil.
Setelah air telaga tenang, ia punberkata, “Coba, ambil air dari telagaini, dan minumlah.”
Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar,” sahut pemuda itu.
“Apakah kamu masih merasakangaram di dalam air itu?” tanya Sang Guru.
“Tidak,” jawab si anak muda.
Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam.
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap
sama.Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari
wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari
bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada
hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam
hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu
untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap
kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akanbanyak
belajar dari keluasan itu.”
“Hatimu anakku, adalah wadah itu.
Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan
hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu
meredam setiap kepahitan. Hatiyang seluas dunia!”
Keduanya beranjak
pulang. SangGuru masih menyimpan “segenggam garam” untuk orang-orang
lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.
Selasa, 02 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar